Pages

Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Wednesday, January 22, 2014

Sejarah Perang Pasifik dan Pendudukan Jepang di Borneo

Perang Pasifik merupakan sejarah yang menjadi catatan dunia dan berawal dari pendudukan Jepang di pulau Borneo atau pulau Kalimantan. Pada 8 desember 1941 pecah perang Pasif atau yang dikenal dengan nama "Perang Asia Timur Raya" setelah angkatan udara Jepang dibawah pimpinan Laksamana Nagaro melancarkan serangan mendadak kepangkalan Angkatan Laut AS di Pearl Harbour, Hawai. Bersamaan dengan itu Angkatan Udara Jepang juga melancarkan serangan dan melakukan pengeboman atas Singapura, Pulau Wake, Pulau Midway, Pulau Guam, Manila, Hongkong dan Pualu Nauru. Akibat serangan itu Angkatan Laut AS di timur jauh lumpuh dan AS pun menyatakan perang terhadap Jepang.

Pernyataan perang juga diutarakan oleh Belanda yang merupakan salah satu negara sekutu AS. Pada 18 desember 1941 pukul 06.30 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jenderal Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer melalui radio menyatakan perang terhadap Jepang. Pernyataan perang oleh Belanda pun membuat tentara Jepang bergerak secara cepat dan melakukan penggempuran di daerah-daerah selatan yang kaya akan minyak bumi untuk mendukung peperangan. Sasaran utama Jepang yakni Tarakan dibagian timur pulau Borneo (sekarang di Kaltim) yang merupakan daerah yang dikuasai oleh Belanda. Serangan itu mengakibatkan Belanda angkat kaki, namun sebelumnya Belanda dengan licik menghanguskan ladang dan depo minyak di daerah itu karena takut dimanfaatkan oleh Jepang.

Pada 11 januari 1942, Jepang berhasil mendarat di Tarakan dan keesokan harinya komandan Belanda di pulau Borneo ( Kalimantan ) menyerah kepada Jepang. Tanggal 24 januari 1942, Jepang berhasil menguasai kota Balikpapan yang merupakan daerah kedua penghasil minyak bumi. Sementara itu Kota Pontianak berhasil dikuasai tentara Jepang pada tanggal 29 januari 1942 secara resmi yang sebelumnya tentara Jepang berhasil melakukan serangan bom pada tanggal 19, 22 dan 27 desember 1941 yang mengakibatkan lumpuhnya kekuatan tentara Belanda di Kota Pontianak. Residen Borneo Barat dr.Van Der Zwaal dan Overste Vasqua beserta satu batalyon serdadu Belanda tidak mampu membendung serangan tentara Jepang yang saat itu sangat kuat dengan amibisi menguasai dunia khususnya negara-negara di Asia.

Tentara Jepang juga melakukan serangan ke Miri sebuah kota di pantai utara Sarawak Malaysia diketahui bahwa wilayah itu terdapat ladang minyak bumi yang saat itu dikuasai oleh keluarga Raja Brooke. Setelah berhasil menguasai Miri, tentara Jepang bergerak cepat menguasai kota Kuching Malaysia, pada waktu itu kota Kuching merupakan pusat pemerintahan kerajaan Brook yang dipanggil "Raja Putih". Keberhasilan menguasai kota Kuching, kemudian tentara Jepang memperkuat pasukan dengan melakukan pembangunan camp dan membangun tempat untuk tawanan perang termasuk para tawanan perang yang berasal dari Kalbar.

Jepang remsi menyatakan perang kepada Belanda terkait tanggapan yang dinyatakan pihak Belanda yang ditandai dengan keberhasilan tentara Jepang menghancurkan pasukan sekutu di Laut Jawa pada tanggal 1 januari 1942. Keberhasilan Jepang melumpuhkan  pasukan sekutu mengakibatkan Jepang dengan mudah menguasai daerah di pulau Jawa dan merebut kota Bandung. Saat itu Kota Bandung merupan basis kekuatan tentara Belanda. Pada waktu itu, kekuatan militer pasukan Belanda di Pulau Jawa diperkirakan sekitar 40.000 prajurit yang tergabung dalam 4 divisi.

Saat itu, pasukan Belanda, AS, Inggris dan Australia yang tergabung dalam pasukan sekutu mulai bergeser ke Jakarta akibat gempuran pasukan Jepang. Namun, komando pasukan sekutu itu bermarkas di Lampung dibawah komando Panglima Letnan Jenderal H.Ter Poorten.

Komandan Jepang, Jenderal Imamura pada tanggal 8 meret 1942 mengeluarkan ancaman kepada Belanda agar meninggalkan kota Bandung dan mengadakan perundingan, dalam ancamannya apabila Belanda masih bersikeras tidak memenuhi ancaman itu maka Jepang akan melakukan pengeboman secara besar. Ancaman Jepang itu memang bukan gertakan belaka yang ditandai dengan banyaknya pesawat pengebom Jepang mengitari kota Bandung dan siap melakukan perintah apabila Belanda masih tidak menuruti ancaman tersebut.

Pada tanggal 9 maret 1942 pukul 08.00 dalam siaran radio Bandung terdengar perintah Jendral Ter Poorten kepada pasukannya agar tidak melakukan kontak senjata atau berperang kepada tentara Jepang dan melakukan kapitulasi tanpa syarat.

Di Linggarjati pada tanggal 9 maret 1942, tercatat dalam sejarah bahwa peristiwa tersebut merupakan akhir kisah penjajahan Belanda di Indonesia. Setelah itu, Jepang menduduki atau berhasil merampas Indonesia sebagai negara baru jajahan hingga akhirnya Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.

  

Monday, January 20, 2014

Sejarah Awal Kongsi China Di Kalbar

Sejarah awal kongsi China di Kalbar terungkap dalam catatan sejarah Hindia Belanda yang menyatakan bahwa orang China telah datang ke Borneo Barat (Kalbar) pada masa dinasti Ming (1368-1664) dalam beberapa gelombang melalui Brunei. Mereka yang datang pada masa itu terdiri dari pedagang dan perantau dalam jumlah yang kecil untuk mencari kehidupan yang lebih baikdi pulau Borneo yang kaya akan bahan tambang emas, intan, batu bara dan minyak bumi serta lada hitam dan sarang burung walet.

Tercatat sejarah bahwa kedatangan kongsi China untuk menambang pertama kali ke Borneo Barat (Kalbar) dari Brunei pada tahun 1740 hingga 1745. Mereka membuka pertambangan emas di Mandor wilayah kerajaan Mempawah ( sekarang masuk wilayah Kabupaten Landak) serta pertambangan emas di Monterado, Seminis-Larah dan Pemangkat dalam wilayah kerajaan Sambas (sekarang Kabupaten Sambas dan Bengkayang).

Menurut Schaank (1893) kebanyakan para penambang emas kongsi China itu berasal dari suku Hakka, Hokkien dan Caton yang berimigrasi dari negaranya untuk mencari kehidupan baru di wilayah selatan guna menghindari kekacauan dan kelaparan akibat terjadinya peperangan di negerinya.

Kedatangan kongsi China ke pulau Borneo pada awalnya atas permintaan Sultan-sultan Melayu termasuk Sultan Sambas dan Penembahan Mempawah. Saat itu yang didatangkan penembahan Mempawah dan Sultan Sambas adalah para pekerja tambang emas dari provinsi Hainan yang memiliki keahlian dan ketekunan dalam pekerjaan penambangan emas. Kemanyakan dari penambang emas China itu berangkat terlebih dahulu ke Brunei baru kemudian menuju ke Kerajaan Sambas dan Kerajaan Mempawah.

Keberhasilan para pekerja China secara ekonomi dari hasil pertambangan emas telah menimbulkan persoalan baru dalam hubungan dengan Sultan Sambas. Setelah merasa kuat dan kaya pada tahun 1760 beberapa pemimpin dari penambang China mendirikan beberapa "Kongsi" pertambangan dengan mengelompokkan anggotanya menurut suku asal mereka di negeri leluhur. Tercatat sedikitnnya ada 12 Kongsi yang telah didirikan oleh para pekerja tambang China. Namun, Kongsi yang besar dan kuat hanya ada tiga, yaitu Kongsi Ta Kang yang menguasai kawasan Monterado-Larah. Kemudian Kongsi Lan Fang yang berkedudukan di Mandor dan Kongsi San Tiao Kou yang menguasai kawasan dekat Sepang, Seminis dan wilayah Pemangkat.

Ketiga Kongsi ini saling bermusuhan antara satu dengan yang lainnya karena persoalan batas wilayah pertambangan yang dikuasai mereka. Sedangkan Kongsi-kongsi kecil hanya mengikat hubungan kerjasama dengan salah satu Kongsi terbesar itu.

Ketiga Kongsi besar yaitu Ta Kang, Lan Fang dan San Tiao Kou berusaha memperluas wilayah pertambangan mereka dengan cara melakukan kerjasama dengan kongsi-kongsi kecil yang berada di luar wilayah merek. Perebutan pengaruh kalangan Kongsi ini menimbulkan menjadi penyebab permusuhan ketiga Kongsi besar itu terutama pada Kongsi Ta kang dengan Kongsi Tiao Kou yang wilayahnya berdekatan.

Pada tahun 1837 terjadi peperangan antara Kongsi Ta Kang dengan Kongsi San Tiao Kou yang disebabkan perselisihan perebutan wilayah pertambangan emas. Perselisihan itu bermula dari dibukanya Kongsi Kecil di Buduk dan Lumar (sekarang Kabupaten Bengkayang) oleh kalangan Kongsi Ta Kang. Tekanan yang dilakukan Kongsi Ta Kang terhadap Kongsi San Tiao Kou dan kongsi-kongsi lainnya yang kecil mengakibatkan mereka lari kepedalaman dan bahkan melarikan diri ke Serawak Malaysia. Sebagian dari mereka mendapatkan ijin dari Sultan Sambas untuk bercocok tanam dan meninggalkan pekerjaan pertambangan di daerah pedalaman.

Pada masa itu, peran kontrol Kesultanan Sambas terhadap para Kongsi China semakin lemah terutama setelah terjadinya penyerangan yang dilakukan Kolonial Inggris terhadap Kesultanan Sambas pada tahun 1813 untuk menangkap Pangeran Anom yang dituduh Raffles sebagai komandan Lanun. Terlebih lagi setelah pengembalian tahta Sultan Sambas oleh Inggris pada 24 Oktober 1813 yang disertai dengan syarat bahwa Kesultanan Sambas tidak boleh memiliki pasukan tempur dan hanya diperkenankan mempunyai pasukan pengawal istana saja. Dalam kondisi itu, Kesultanan Sambas tidak lagi memiliki kekuatan militer untuk menghadapi sepak terjang para pemimpin Kongsi yang mulai membangkang kepada kekuasaan Sultan Sambas terutama dalam hal membayar pajak atau upeti.

Kelemahan Kesultanan Sambas yang tidak lagi memiliki pasukan tempur dimanfaatkan para pemimpin Kongsi Ta Kang dan Kongsi-kongsi kecil diwilayah kontrolnya untuk membangun sebuah kekuatan pemerintahan sendiri yang kemudian dikenal dengan nama "Repubrik Kongsi". Selain mengatur pemerintahan dan membuat peradilan sendiri, Kongsi Ta kang dan kongsi kecil lainnya juga tidak mau lagi menyetor pajak orang asing dan pajak pertambangan emas yang mereka usahakan.Secara Defacto, Kongsi Ta Kang dan para kongsi kecil lainnya telah memisahkan diri dari Kesultanan Sambas yang telah memberikan wilayah pertambangan emas untuk mereka dulu. Pembangkangan yang dilakukan pimpinan Kongsi Ta Kang ini sangat meresahkan Sultan Sambas sehingga Sultan Sambas meminta bantuan Belanda di Batavia (sekarang Jakarta) untuk menumpas kongsi tersebut.

Patut diketahui bahwa sebelum para pekerja tambang China didatangkan ke Borneo Barat (Kalbar) oleh Penembagan Mempawah dan Kesultanan Sambas mereka terlebih dahulu menetap di Brunei dan melakukan pekerjaan penambangan emas yang dikendalikan oleh Kesultanan Brunei. Namun, lahan tambang Brunei mulai menipis dan mereka ditawarkan oleh Sultan Brunei kepada Penembahan Mempawah dan Kesultanan Sambas. Kedatangan kelombang pertama penambang emas China ke Borneo Barat (Kalbar) bukan atas inisiatif mereka sendiri tetapi difasilitasi oleh Sultan Brunei dan tercatat dalam laporan Raffles bahwa jumlah mereka mencapai 30.000 orang lebih dan jumlah emas yang mereka hasilkan dari beberapa kawasan pertambangan emas di Borneo Barat (Kalbar) sekitar 4.744.000 dollar Spanyol per-tahun.

Pada tahun 1799, terjadi pemberontakan pertama Kongsi China dan berhasil ditanggulangi Kesultanan Sambas dan Belanda. Pemberontakan ke-dua terjadi pada 13 Maret 1819 yang menyebabkan Lenan Von Kielberg terluka dan Juru Tulis Raupp hilang. Hingga kini jenazah juru tulis itu tidak pernah ditemukan lagi. Pemberontakan dipicu kebijakan Residen Sambas George Muller yang dinilai tidak aspiratif dalam menampung keluhan para Kongsi China. Tetapi pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Kapten Zimmermen.

Kongsi Ta kang dan kongsi-kongsi kecil lainnya bukan saja tetap menolak pembayaran pajak kepada Kesultanan Sambas tetapi mempersiapkan untuk melakukan pemberontakan ke-tiga yang lebih besar pada tahun 1851 yang menyebabkan Letnan Kolonel (Overste) Zorg tewas dalam pertempuran. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Overste Andressen. Pasukan Belanda di Sambas dengan kekuatan militer yang dibantu pasukan dari Batavia (Jakarta) yang akhirnya dapat membubarkan Kongsi China terbesar di Monterado pada tahun 1854. Diketahui bahwa uapaya untuk menundukkan Kongsi China di wilayah Kesultanan Sambas Overste Andressen telah mengerahkan 2000 lebih tentara yang didatangkan dari pulau Jawa.

  

Sejarah Spanyol Dan Portugis Di Borneo

Sejarah kehadiran Spanyol dan Portugis di pulau Borneo sangat menarik yang diketahui bahwa diantara para pengembara bangsa Eropa yang datang ke pulau Borneo adalah Anthony Pigafetta seorang pengembara asal Spanyol mengunjungi kesultanan Brunei pada tahun 1521. Perjalanan itu tercatat pada artikelnya Account of MegallansVoyoge dalam The First Voyege Round the Wirld (1521).

Dalam catatan artikelnya dijelaskan tentang gambaran penduduk kesultanan Brunei serta pernyataan kekagumannya melihat kemewahan dan kemegahan istana kesultanan Brunei yang bertahtahkan emas dan intan. Dijelaskan dalam catatan itu bahwa pusat kota Brunei saat itu penduduknya berjumlah 25.000 jiwa.

Upaya kerajaan Spanyol membina hubungan dengan kerajaan Brunei pada tahun 1573 mengalami kegagalan. Tahun 1577 gubernur Spanyol yang menguasai wilayah di Filipina yakni Don Fransisco De La Sanda menerima penawaran dari kerajaan Brunei untuk menuntaskan perdebatan kekuasaan dikalangan internal kerajaan itu. Raja Brunei baru saja diturunkan tahta oleh adik kandungnya sendiri. Raja Brunei berjanji akan mengakui kekuasaan tertinggi raja Spanyol jika berhasil menduduki tahtanya.

Melalui ekspedisi-1, militer Spanyol berjalan sukses. Ekspedisi-2 dilakukan pada tahun 1580 dibawah komando Kapten Rivera dari divisi kerajaan Spanyol. Ekspedisi-3, pasukan Spanyol dibawah komando Mayor Monforte secara khusus menumpas aksi petualangan orang dayak laut yang berasal dari Borneo Utara (Sarawak) dan suku Sulu yang berasal dari Mindanau Filipina Selatan disekitar Tanjung Datuk. Di hutan rimba bukit di Tanjung Datuk pada ketinggian 610 meter tepatnya di Goa Batu Berjulang diketahui bahwa para perompak bermarkas dan melakukan pengintaian untuk menjalankan aksinya menyerbu kapal-kapal saudagar Spanyol yang melintas.

Di dalam buku "Tanjungpura Berjuang" (1971) dijelaskan bahwa "Suku Dayak Laut" merupakan sebutan lain "Suku Dayak Iban". Aksi petualangan yang dilakan suku dayak laut ini sangat meresahkan para pedagang asing bangsa eropa yang melakukan ekspedisi perdagangannya di pulau Borneo. Dua ratus gembong petualang Dayak Iban ditangkap dan kemudian dihukum. Sebagai ucapan terimakasih dan janjinya, Sultan Brunei pada tahun 1750 menyerahkan hak-haknya atas sebagian pulau-pulau Paragoa (Palawan) kepala penguasa Spanyol.

Vasco Lourenzo dari wilayah kekuasaan Portugis pernah tidak diterima oleh raja Brunei karena hadiah yang dipersembahkan berupa permadani dalam bentuk motif eropa yang diduga sebagai alat sihir dengan alasan bisa mendatangkan bencana. Raja Brunei menolak hadiah dari Vasco berupa sebuah permadani terlukis mengkilat perkawinan Pangeran Hendrik VIII dari kerajaan Inggris dengan Catharina Arrason.

Tahun 1530 Gonsalo Pereira yakni Gubernur Portugis di tanah Maluku diterima oleh raja Maluku secara baik, bahkan hubungan itu mempererat dalam hal perdagangan. Namun pada tahun 1668 terjadi peristiwa perampokan kapal dagang Portugis yang dilakukan oleh Sultan Banjar setelah kapal itu berhasil mendarat di pantai Borneo Selatan (Kalimantan Selatan). Seluruh awak kapal berhasil dibunuh setelah dilakukan taktik penipuan dan merampas harta benda.

Kedatangan Portugis berdagang di Banjarmasin  tahun 1694 tetap tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Empat kapal dagang beserta isinya dirampas dan sebagian besar awak kapal dibunuh. Melalui ekspedisi Portugis tahun 1694 terungkap bahwa pada tahun 1691 seorang misioneris Katolik Antonio Ventimiglia dibunuh atas perintah Sultan Banjar. Pembunuhan itu berdasarkan upaya kecurigaan dapat mempengaruhi suku dayak Ngaju di perhuluan (Kalimantan tengah) yang masih menganut animisme atau kepercayaan sebagian besar penduduk di Pulau Borneo saat itu. Dalam tradisinya bahwa masih melakukan ritual dengan persembahan kepala manusia dengan terlebih dahulu melakukan Ngayau yang ingin diberantas oleh Sultan Banjar.

Sejarah Kehadiran Kolonialisme Barat Di Borneo

Kehadiran kolonialisme barat di pulau Borneo atau yang dikenal dengan pulau Kalimantan dan kepulauan Nusantara bermula dari penguasaan Portugis atas Bandar Malaka pada tahun 1511 masehi. Melalui Malaka, kolonial Protugis, Inggris dan Spanyol dan Belanda masuk kepulau Borneo.

Dari catatan sejarah para kolonialisme barat ini berawal masuk ke Borneo dengan acara berdagang dan kemudian menguasai kerajaan sebagai wilayah jajahan.

Pada masa itu, Malaka adalah sebuah bandar yang cukup besar dan menjadi pusat perdagangan penting sehingga selalu ramai dikunjungi. Kapal-kapal dagang dari jazirah Arab dan India yang lebih dahulu berdagang ke negeri China menjadikan bandar Malaka sebagai tempat persinggahan kapal-kapal mereka.

Ketika berlayar menuju China, kapal-kapal dagang dari Malaka melintasi pantai barat dan utara pulau Borneo (kalimantan) yang dikuasai kerajaan melayu Brunei dan Kerajaan Sambas ( Kalbar ). Setelah Portugis menguasai Malaka, Bandar itu dijadikan pusat pengendalian jalur perdagangan rempah-rempah seperti lada, cengkeh, pala dan fuli dari Sumatera dan Maluku sebelum dibawa ke Eropa melalui India.

Pada tahun 1512, D'Albuquerque sebagai penguasa Portugis di Malaka mengirim sebuah armada laut ke tempat penghasil rempah-rempah di Maluku. Dalam perjalanan itu mereka singgah di pelabuhan Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon di pantai utara pulau jawa.

Dengan menggunakan nahkoda orang jawa, armada itu tiba di kepualauan Banda terus menuju Maluku Utara dan akhirnya tiba di Ternate. Di Ternate, Portugis mendapat ijin membangun sebuah benteng dari sultanb. Kemudian dari situ Portugis memantapkan kedudukannya di Maluku dan sempat meluaskan wilayah hingga ke pulau Timor.

Dengan semboyan "Gospel, Glory and Gold" (ajaran, kemulian dan keemasan) mereka juga menyebar agama katolik terutama pada penduduk di pulau Maluku dan Timor. Pada masa itu, nusantara merupakan mata rantai perdagangan Portugis menguasai separuh dunia dan separuh lagi dikuasai oleh Spanyol berdasarkan perjanjian Tordesillas yang ditanda tangani pada tahun 1493 oleh Portugis dan Spanyol. Portugis menguasai wilayah yang bukan kristen dari 100 mil di sebelah barat semenanjung Verde terus ke timur melalui Goa di India hingga kepulauan rempah Maluku. Sisanya (kecuali eropa) dikuasai oleh Spanyol. Namun demikian, Portugis dan Spanyol tidak pernah menguasai sepenuhnya pulau Borneo serta mengendalikan perdagangan di pulaua yang kaya itu.

Pada tahun 1526, Don Jorge de Manezes seorang gubernur Portugis di Maluku, Mengklaim menemukan pulau Borneo, Tetapi diperdebatkan karena pada tahun 1518 Laksamana Lorenzo de Gomez dilaporkan telah diperintahkan oleh raja Spanyol untuk memeriksan kondisi tanah yang kemudian hari dinamakan pulau Borneo. Ekspedisi Spanyol di Borneo baru terungkap setelah Laksamana Lorenzo de Gomez meninggal dunia 3 tahun kemudian pada tahun 1521. Oleh karena itu, nama pulau Borneo awalnya ditulis dalam bahasa Spanyol 1518 oleh laksamana Vasco Lorenzo de Gomez. Kemudian berita penemuan pulau Borneo menyebar luas di daratan eropa. Orang Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda datang silih berganti ke pulau Borneo. Mereka mengambarkan pulau Borneo sebagai pulau terbesar yang pernah diketahui di Asia , terletak ditengah-tengah jalur perdagangan yang luas dan mempunyai tanah yang subur untuk memenuhi segala kebutuhan manusia.